Heathens
Ada orang yang membuka dirinya dengan dunia ini, dan ada
juga orang yang mengurung diri di dunianya sendiri, dunia yang hanya mereka sendirilah yang tahu detailnya. Namun aku
merasa kalau dunia yang kuciptakan dalam kehidupanku ini sedikit berbeda.
Pada siang hari,
aku bekerja di sebuah pabrik. Upah yang
kuterima memang tak banyak, namun karena hidup seorang diri, uang itu bisa
dibilang lebih dari cukup. Jika ada waktu senggang di siang hari, kuhabiskan
waktu dengan menulis cerita atau pun artikel, atau sekedar membaca
tulisan-tulisan di internet.
Malamnya, lebih tepaatnya pukul 2 malam. Aku keluar dari
rumah kecilku, menuju pinggiran kota, namun letaknya tak terlalu jauh. Sekedar berkunjung ke pabrik tua bekas yang sudah tak beroprasi lagi, untuk
menengok orang yang selalu bisa menghiburku, dengan memberinya luka. Aku
mengikatnya di ruang bawah tanah berukuran 3x3 meter. Walau terkadang dia menjerit kencang, hanya sedikit orang
yang mendengarkan, dan walau pun mereka dengar, mereka hanya akan berasumsi kalau
itu suara hantu atau sejenisnya.
Pendarahan di kemaluannya masih belum kering. Kalau
tak salah aku baru membuat luka itu beberapa hari yang lalu. Sebenarnya aku tak
terlalu suka melakukan hal ini kepada lelaki paruh baya sepertinya, namun
daripada tidak ada sama sekali, jadi tak masalah. Dia seorang perantau dari desa
yang cukup jauh, datang untuk menemui anaknya yang sudah mati. Keluarganya
terbilang tak mampu. Selain itu dia juga tak memiliki kenalan disini.
Sederhananya, dia mati pun tak akan ada yang peduli.
Terkadang aku memberinya serangga untuk makanan, atau air
dari sungai untuk minum. Sesekali aku juga membawa pisauku untuk menguliti sebagian kecil tubuhnya dan kubuat
aksesoris. Aku tidak pernah keberatan dengan hal yang aku lakukan ini.
Semua orang memiliki duanya masing-masing. Selain itu kau mencari uang, cinta, dan
sejenisnya untuk kesenangan, ‘kan? Lalu jika aku bisa mendapatkan kesenangan tanpa itu semua hanya dengan hal ini, apa
masalahnya? Sensasi ketika berkelahi atau membuat orang kesakitan, itu sudah
cukup menggelikan dan membuatku tertawa.
Seperti yang sudah aku bilang sebelumnya, aku tidak
masalah dengan kehidupan yang aku jalani ini, sampai pada suatu malam, aku
kedatangan mimpi yang aneh. Dimimpiku aku berada di sekitar lingkungan rumah,
kemudian melangkah menuju pesisir kota, lebih tepatnya ke tempat ini, namun di
tengah perjalanan ada orang yang membisikkan suatu hal. Katanya aku akan
mati tanggal 23 Januari. Hal itu tentu sangat membuatku terkejut, namun rasa
terkejut itu sirna ketika aku sadar kalau ini baru tanggal 1 januari. Ketika terbangun, aku kembali tertidur nyenyak.
Sekarang saat melakukan kebiasaanku dengan pisau,
gunting, dan sejenisnya, tiba-tiba saja mimpi itu kembali terlintas.
Bisikan dimimpiku terdengar jelas dan suaranya terasa tidak asing lagi. Sejenak aku berpikir suara siapa itu, dan tak butuh waktu lama bagi
diriku untuk menyadari suara siapa itu, itu suara yang sama dengan suara yang
membisikkan hal-hal aneh kepadaku ketika masih kecil dan hidup dengan dua
iblis yang mereka sebut orang tua. Sesekali suara iyu masih terdengar, namun sudah cukup lama aku tidak mendengarnya. Mungkin orang-orang akan berkata
kalau itu adalah bisikan setan atau sejenisnya, namun aku bukanlah type orang yang percaya
dengan hal semacam itu.
Namun ingatan mengenai masa kecilku kembali bangkit. Aku
baru ingat kalau dulu aku pernah melihat setan atau sejenisnya. Bahkan wujudnya masih teringat sangat jelas. Dia memiliki wajah merah terang
dengan bola mata bulat berwarna hijau cerah. Rambutnya keriting panjang hitam.
Dia memiliki dua tanduk merah. Dan pakaiannya seperti hantu pada umumnya, namun
berwarna merah. Ketika itu dia sedang hendak mencekik ibuku dengan jari
tangannya yang berhias kuku hitam panjang, namun lengannya terhenti ketika ia
sadar kalau aku sedang melihatnya. Saat itu pun aku tak bisa bergetak atau pun
berbicara. Sesaat setelah dia melihatku, dia menghilang, tak jadi mencekik
ibu, padahal aku sangat berharap kalau dia akan melakukannya.
Baiklah, jadi hantu itu ada dan aku pernah melihatnya
dengan mata kepalaku sendiri, lalu kenapa aku menjadi seorang atteis.
Memori masa laluku kembali berputar, dan akhirnya senyum
tipis terlukis di bibirku ketika ingatan menjijikan itu kembali teringat. Teringat saat ayah dan ibu bertengkar dan aku hanya bisa diam dibalik kursi
sambil menangis, waktu itu aku masihlah sebuah sampah yang tak berguna. Aku
juga ingat ketika ayah memukuliku atau ketika ia melakukan pelecehan atau
bahkan ketika saudaranya mempermainkanku.
Kutepuk
jidatku sendiri. Hidupku ini memang
sangat menjijikan. Dialah yang telah memasukkanku pada keluarga menjijikkan
itu. Dialah yang sudah mengirimiku penderitaan walau aku masihlah seorang anak
yang polos. Dialah yang memberi cat merah pada kehidupan ini.
Pada
akhirnya aku kembali berpegang teguh pada pendirian sebelumnya. “Tuhan itu tidak ada,
dan meskipun Dia ada, Dia benar-benar sialan,” gumamku pelan. “Benarkan? Ayah?”
kutatap lekat pria tua itu.
No comments:
Post a Comment