Cerpen Komedi Dijamin 100% Lucu - Cerpen atau cerita pendek adalah karya sastra yang banyak disenangi masyarakat, juga bisa diterima di semua kalangan, karena cerpen juga seperti cerita lainnya, ada cerpen untuk anak-anak, remaja, dan juga dewasa. Oke kali ini saya akan mengshare sebuah cerpen yang pastinya lucu.
Sebelum ke cerpennya, kita bahas dulu sedikit tentang cerpennya, ya. Dalam sebuah cerpen terdapat beberapa tokoh (antagonis & protagonis), dan dalam cerpen juga terdapat alur atau jalannya sebuah cerita (alur maju, alur mundur, dan alur campuran), juga dalam cerpen terdapat setting (setting waktu, tempat, dan lain-lain)
Oke, sekarang barulah kita ke cerpennya.
Kesedihan Yang Terbalut Tawa
Angga adalah seorang remaja normal yang lulus sekolah
seperti remaja lainnya. Sadar tidak bisa terus saling melempar canda dengan
teman-temannya seperti dulu, Angga mengajak teman-temannya untuk bermain di
salah satu rumah temannya setelah kelulusan. Akhirnya setelah kelulusan, mereka
memutuskan untuk bermain di rumah Radit yang terletak di pedasaan, dengan
alasan supaya mereka bisa bersenang-senang di sebuah desa yang tenang, maklum,
kehidupan mereka di sekolah jauh dari kata tenang.
Angga diam mematung menunggu teman-temannya di pinggir
jalan. Sesekali Angga melirik jam yang menempel di tangannya. Angga sudah 9
menit menunggu, tapi tidak satupun batang hidung temannya terlihat.
Angga memutar lehernya, mengecek apakah salah satu
temannya sudah datang, dan ternyata teman-temannya sudah berada di sampingnya.
“Sejak kapan kalian sampai
disini?” tanya Angga bingung
“Sejak kami sampai,” balas
Alpa datar
“Kita mengobrolnya di
perjalanan saja. Kita harus cepat-cepat sebelum matahari berada di atas kepala
kita, bisa-bisa nanti kita kepanasan,” ucap Radit sambil melangkahkan kakinya,
diikuti oleh teman-temannya
“Ngomong-ngomong,
sesampainya disana apa yang akan kita lakukan?” tanya Alpa
“Bukankah rumah Radit masih
jauh,” balas Reza
“Tidak ada salahnya untuk
merencakanan sesuatu,” timpal Alpa
“Mungkin kau benar,” ucap Radit
setuju
“Bagaimana kalau bermain sepak
bola?” saran Reza
“Itu terlalu biasa,” tolak
Alpa
“Kelereng?” saran Reza lagi
“Itu terlalu
kekanak-kanakan,” tolak Alpa lagi
“Kejar-kejaran?”
“Itu baru permainan laki
remaja,” ucap Alpa setuju
“Bukankah bermain
kejar-kejaran sama biasa dan kekanak-kanakannya dengan 2 permainan sebelumnya?”
tanya Angga bingung
“Berisik!” bentak Alpa
“Kau tidak tahu kesenangan
saat bermain kejar-kejaran yang sebenarnya,” timpal Reza
“Apa maksudmu?” tanya Angga
bingung
“Akan aku tunjukan,” ucap Reza
sambil menghampiri seorang bapak-bapak botak yang sedang membungkuk, mencari
sesuatu. Tanpa aba-aba Reza langsung memberikan sebuah tendang di bokong pria
itu. Akhirnya pria itu secara otomatis tersungkur ke pinggir jalan
“Aaa! Aku tidak percaya kau
melakukan hal hina seperti itu Angga,” fitnah Reza sambil menunjuk Angga
“Beraninya kau bocah!” ucap
pria itu marah
Angga langsung tancap gas, disusul oleh pria itu dan
teman-temannya. Semua urat di wajah bapak itu menonjol, dan wajahnya sudah
merah saga, menunjukkan kalau dia sudah marah maksimal.
“Dengan begini Angga tahu
ekstrimnya bermain kejar-kejaran dan kita bisa lebih cepat sampai. Angga sudah
tahu jalan menuju rumahmu’kan?” tanya Reza sambil berlari
“Ya.” Jawab Radit singkat
sambil terus berlari
Setelah berlari dikejar-kejar maut, Angga akhirnya sampai
di depan rumah Radit, disusul oleh teman-temannya yang sudah terguyur keringat.
Angga memutar matanya ke rumah putih sederhana dengan 2 jendela di antara pintu
kayu. Rumah yang mengahap ke deretan petak sawah itu terkesang sangat tenang.
“Tadi itu hampir saja. Entah
bagaimana aku bisa lolos dari buldoser itu,” ucap Angga dengan nafas
terengah-engah
“Baiklah. Sebelum kita pergi
ke gubug kecil atau rumah kecil di tengah-tengah sawah itu, aku akan mengambil
makanan dulu,” ucap Radit
“Ide bagus, makanan gratis
selalu enak,” balas Alpa
Tiba-tiba
terdengar sebuah suara pintu terbuka yang disusul oleh suara “Rupanya kau sudah
pulang anakku,” yang berasal dari ayah Radit yang tidak lain dan tidak bukan
adalah pria yang tadi mengejar Angga
“Dia cepat sekali
sampainya,” gumam Angga pelan
“Angga, kau ingin dikuburkan
dimana?” tanya Alpa datar, dan Angga hanya diam dibekukan ketakutan
“Oh, kau yang tadi menendang bokongku, ya?”
tanya ayah Radit sambil melakukan pemanasan
“Maaf,” ucap Angga pelan
“Baiklah, kali ini kau aku
maaf’kan, tapi jika terulang kembali. Aku akan melepaskan kepalamu seperti aku
melepaskan tutup botol,” ucap ayah Radit sambil kembali ke dalam rumah
“Huh. Untung dia orang yang
pemaaf,” ucap Angga lega
“Ayo masuk,” ajak Radit
“Tidak, terimakasih. Aku
lebih suka disini,” jawab Angga cepat
“Baiklah,” balas Radit
sambil masuk ke dalam rumahnya
“Oh iya, ngomong-ngomong,
apa kalian tahu detektif Canon?” tanya Alpa mendadak
“Entah kenapa rasanya ada
yang salah dalam pertanyaanmu itu,” ucap Reza sambil membenarkan kacamatanya
“Aku ..., tidak tahu.
Memangnya siapa dia?” tanya Angga penasaran
“Dia adalah karakter fiktif
seperti kita. Dia memakai kacamata yang membuatnya terlihat keren. Kebanyakan
karakter berkacamata selalu keren, tapi entah kenapa dalam cerita ini, karakter
berkacamatanya malah yang paling error,” ujar Alpa
“Aku rasa yang dikatakan
Alpa ada benarnya. Cobalah untuk terlihat keren, jika kau berusaha kau pasti
bisa. Coba ucapkan kata-kata bijak dari detektif Canon itu,” ucap Angga kepada
Reza
“Kau yakin?” tanya Reza ragu
“Trust me, it works,” jawab
Angga sambil menepuk bahu Reza
“Baiklah akan aku coba,”
balas Reza
“Detektif juga manusia, bukan Tuhan yang tahu segala,” ucap Reza sambil memantulkan
cahaya matahari dari kacamatanya
“Bagaimana
apa aku terlihat keren?”
“Kau
terlihat konyol,” jawab Alpa datar
“Entah
kenapa, jika kau yang menyebutkannya, kalimat itu terdengar berbeda,” tambah Angga
“Ya sudahlah, sepertinya aku
memang tidak ditakdirkan untuk menjadi orang seperti itu. Lagipula orang yang sifatnya
sepertiku ini sangatlah langka. Setahuku selain aku hanya ada satu orang yang
mirip denganku,” ucap Reza
“Benarkah? Siapa dia?” tanya
Angga penasaran
“Orang yang membuat cerita
ini,” jawab Reza
“Entah kenapa aku tidak
terkejut,” ucap Alpa datar
“Ya sudahlah, lagipula hal
itu tidak penting. Oh iya, kalian tahu lelucon tok tok?” tanya Angga
“Ouh, lelucon itu. Aku tahu.
Memangnya kenapa?” balas Alpa
“Aku punya lelucon tok tok
yang bagus,” jawab Angga
“Tok tok,” ucap Angga
“Siapa disana?” balas Alpa
“Angga,”
“Ouh, silahkan keluar,”
“Bukan begitu sialan!”
bentak Angga
“Sudahlah, lagipula aku
sudah menduga kalau leluconmu itu tidak lucu,” balas Alpa datar
“Setiap kali kau
mengeluarkan leluconmu, hanya 1 orang yang tertawa, dan itu adalah dirimu
sendiri,” lanjut Alpa
“Alpa benar, jika kau terus
mengeluarkan lelucon garing tanpa kuah, pembaca akan kabur sebelum selesai
membaca cerita ini,” tambah Reza
Alpa dan Reza terus bersikeras bahwa lelucon yang hendak
dikeluarkan Angga itu akan garing. Sedangkan Angga bersikeras bahwa lelucon
yang hendak dikeluarkannya akan bagus. Kalau menurutmu bagaimana?
“..., lihat, tidak ada yang menjawab. Itu artinya
mereka kebingungan mendeskripsikan lelucon payahmu itu,” ujar Reza
“Sudah cukup. Hayati sudah
tidak kuat,” ucap Angga sambil bersujud
“Lihat, sudah kubilang
leluconnya tidak lucu,” ucap Reza
“Sudah cukup mengenai
leluconku!” bentak Angga
“Maaf, sudah membuat kalian menunggu
lama. Tadi sudah aku bilang sebaiknya kalian menunggu di dalam,” ucap Radit
sambil keluar dari rumahnya dengan rantang di tangan kanannya
“Baiklah, ayo kita pergi ke
tempat bersenang-senang kita,” ajak Radit sambil melangkahkan kakinya, disusul
oleh teman-temannya.
Radit berjalan perlahan di pinggir petakan sawah dengan
teman-temannya berbaris rapih di belakang mengikutinya. Sesekali teman-temannya
memutar mata ke hewan di sawah, seperti kodok yang melompat-lompat seperti
pocong, kecebong yang tenggelam, dan belut yang terkubur dalam lumpur.
Setelah bejalan melewati sungai besar dengan lebar 30 cm.
Lalu melewati komodo, atau lebih tepatnya cucu komodo yang sering disebut
kadal. Kemudian mengalahkan naga ajaib yang bisa berubah warna di sebatang pohon.
Naga yang kamu kenal dengan sebutan bunglon. Akhirnya Radit dan teman-temannya
sampai di pohon yang berjarak 10 meter dari gubug kecil. 10 detik kemudian
akhirnya mereka sampai di pohon mangga, barulah setelah itu mereka sampai di
pohon jeruk nipis. Kemudian mereka sampai di gubug kecil yang mereka tuju.
“Pemandangan disini lumayan
juga,” ucap Alpa sambil terus memutar matanya, menikmati setiap inci keindahan
yang tersaji
“Biasanya kita melihat si
Didi Maung yang menyeramkan, jadi wajar saja kalau pemandangan ini terlihat
indah,” balas Reza
“Oh iya. Apa kalian masih
ingat dengan Didi Piton?” tanya Alpa
“Oh ya, bagaimana aku bisa
lupa. Waktu itu aku hendak pergi ke wc, aku sudah meminta izin kepada KM. Saat
aku membuka pintu kelas, untuk pertama kalinya aku melihat wajah Didi Piton, dan
aku langsung berkata ‘Allahhu’akbar!’. Setelah itu aku tidak bisa duduk dengan
nyaman selama seminggu,” ucap Reza
“Benar. Dia bisa menangkap
siswa yang mencoba kabur dari sekolah dengan cara mengejar, lalu membelit murid
na’as itu, karena hal itulah dia disebut Didi Pitong, selain karena tubuhnya
yang subur. Dia adalah salah satu dari 7 legenda guru killer, jadi wajar saja
kalau dia bisa seperti itu,” tambah Angga
“Ya, begitulah. Memangnya
kenapa?” tanya Radit kepada Alpa
“Tidak ada,” jawab Alpa
datar
“Lalu kenapa kau
menanyakannya,” gumam Angga pelan
“Hey. Bagaimana kalau kita
bermain sesuatu?” saran Reza
“Terserah, yang penting
jangan main kejar-kejaran,” balas Angga
“Kalau perang-perangan?”
saran Alpa
“Itu boleh juga, tapi jangan
terlalu berlebihan, bisa saja gubug ini nanti runtuh,” ucap Radit
“Aku mengerti,” ucap Alpa
sambil berdiri tegak dan menatap Reza tajam
“Reeeezzaaaaa!!” teriak Alpa
“Aaalpaaaa!!” balas Reza
Reza dan Alpa saling berlari menghampiri satu sama lain.
Kemudian Reza perlahan melayangkan tinjunya, perlahan, benar-benar perlahan.
Alpa juga perlahan menghindari serangan Reza, tapi sayangnya Alpa tidak sempat
dan akhirnya dengan berat hati menerima serangan dari Reza.
“Khhuuuaaaakkkhhh” ucap Alpa
kesakitan, dan tentu saja dengan lambat
“Khuak. Aku mati,” ucap Alpa
sambil tiduran
“Huh. Tadi itu pertandingan
yang sangat sengit,” ucap Reza dengan nafas terengah-engah
“Sengit apanya?” tanya Angga
pelan
“Kesempatan!” teriak Radit sambil
berlari menghampiri Reza. Tiba-tiba saja kaki Alpa bergerak, menyandung kaki
Radit. Radit nyaris terjatuh dari gubud dan meluncur ke sawah. Kaki Radit sudah
berada di sisi gubud. Alpa berdiri pelahan sambil menatap Reza tajam. Kemudian
mereka saling mengangguk satu sama lain.
“It’s sparta!” teriak Alpa
sambil menendang Radit, membuat Radit terjun dengan bebasnya ke sawah. Alhasil
Radit beserta pakaiannya langsung terhiasi lumpur
“Woy! Kau terlalu
berlebihan!” teriak Radit marah
“Sudahlah, jangan
berlebihan. Lagipula rumahmu dekat dari sini,” balas Alpa datar
“Ya ampun. Bahkan di
pedasaan yang sunyi, jika ada kalian kesunyiannya langsung menghilang,” ucap
Radit sambil naik ke atas gubug
“Iya-iya. Aku minta maaf,”
pinta Alpa
“Tapi kalau dipikir-pikir,
setelah ini mungkin kita justru akan merindukan kebisingan seperti ini,” ucap
Angga yang membuat semuanya terdiam, menciptakan keheningan selama beberapa
saat
“Setiap kali ada pertemuan,
selalu ada perpisahan. Rumah kita terpisahkan jarak yang sangat jauh, mungkin
saja ini adalah hari terakhir kita bermain bersama,” lanjut Angga
“Bicara apa kau ini? Jarak
sama sekali tidak bisa menjauhkan persahabatan. Lagipula sekarang ini sudah
jaman modern,” sangga Alpa
“Tetap saja, meskipun kau
berbicara begitu ....” ucap Angga pelan
Reza menghela nafas panjang.
Kemudian berkata “Alpa benar, setelah ini kita akan sering bermain bersama,
karena kita masuk ke SMA yang sama, ditambah lagi nilai UN kita tidak jauh
berbeda, dan nilai kita lebih dari cukup untuk masuk ke SMA yang kita tuju,”
“Eh?! Kenapa kalian tidak
memberitahuku!” bentak Angga kesal
Liburan Angga dan teman-temannya berjalan dengan penuh
kegembiraan. Terutama bagi Angga, karena pada awalnya Angga menganggap bahwa
liburan itu adalah liburan terakhirnya bersama teman-temannya. Jadi anggaplah
liburanmu adalah liburan terakhirmu, dengan begitu kau akan lebih menikmati
liburanmu, lagipula belum tentu kau bisa berlibur seperti itu lagi.
- Tamat -
Nah, itulah cerpen yang bisa saya bagikan.
Jika Kamu Tertarik untuk membuat cerpen artikel ini akan sangat membantu -> Tips dan Cara Membuat Cerpen
Baiklah, sekian artikel kali ini semoga membantu dan menghibur, jangan lupa datang lagi, ya ...
potato
ReplyDelete