Friday 15 April 2016

Cerpen Komedi Dijamin 100% Lucu

Cerpen Komedi Dijamin 100% Lucu


Cerpen Komedi Dijamin 100% Lucu - Cerpen atau cerita pendek adalah karya sastra yang banyak disenangi masyarakat, juga bisa diterima di semua kalangan, karena cerpen juga seperti cerita lainnya, ada cerpen untuk anak-anak, remaja, dan juga dewasa. Oke kali ini saya akan mengshare sebuah cerpen yang pastinya lucu.

Sebelum ke cerpennya, kita bahas dulu sedikit tentang cerpennya, ya. Dalam sebuah cerpen terdapat beberapa tokoh (antagonis & protagonis), dan dalam cerpen juga terdapat alur atau jalannya sebuah cerita (alur maju, alur mundur, dan alur campuran), juga dalam cerpen terdapat setting (setting waktu, tempat, dan lain-lain)

Oke, sekarang barulah kita ke cerpennya.

Kesedihan Yang Terbalut Tawa

            Angga adalah seorang remaja normal yang lulus sekolah seperti remaja lainnya. Sadar tidak bisa terus saling melempar canda dengan teman-temannya seperti dulu, Angga mengajak teman-temannya untuk bermain di salah satu rumah temannya setelah kelulusan. Akhirnya setelah kelulusan, mereka memutuskan untuk bermain di rumah Radit yang terletak di pedasaan, dengan alasan supaya mereka bisa bersenang-senang di sebuah desa yang tenang, maklum, kehidupan mereka di sekolah jauh dari kata tenang.

            Angga diam mematung menunggu teman-temannya di pinggir jalan. Sesekali Angga melirik jam yang menempel di tangannya. Angga sudah 9 menit menunggu, tapi tidak satupun batang hidung temannya terlihat.

            Angga memutar lehernya, mengecek apakah salah satu temannya sudah datang, dan ternyata teman-temannya sudah berada di sampingnya.
“Sejak kapan kalian sampai disini?” tanya Angga bingung
“Sejak kami sampai,” balas Alpa datar
“Kita mengobrolnya di perjalanan saja. Kita harus cepat-cepat sebelum matahari berada di atas kepala kita, bisa-bisa nanti kita kepanasan,” ucap Radit sambil melangkahkan kakinya, diikuti oleh teman-temannya
“Ngomong-ngomong, sesampainya disana apa yang akan kita lakukan?” tanya Alpa
“Bukankah rumah Radit masih jauh,” balas Reza
“Tidak ada salahnya untuk merencakanan sesuatu,” timpal Alpa
“Mungkin kau benar,” ucap Radit setuju
“Bagaimana kalau bermain sepak bola?” saran Reza
“Itu terlalu biasa,” tolak Alpa
“Kelereng?” saran Reza lagi
“Itu terlalu kekanak-kanakan,” tolak Alpa lagi
“Kejar-kejaran?”
“Itu baru permainan laki remaja,” ucap Alpa setuju
“Bukankah bermain kejar-kejaran sama biasa dan kekanak-kanakannya dengan 2 permainan sebelumnya?” tanya Angga bingung
“Berisik!” bentak Alpa
“Kau tidak tahu kesenangan saat bermain kejar-kejaran yang sebenarnya,” timpal Reza
“Apa maksudmu?” tanya Angga bingung
“Akan aku tunjukan,” ucap Reza sambil menghampiri seorang bapak-bapak botak yang sedang membungkuk, mencari sesuatu. Tanpa aba-aba Reza langsung memberikan sebuah tendang di bokong pria itu. Akhirnya pria itu secara otomatis tersungkur ke pinggir jalan
“Aaa! Aku tidak percaya kau melakukan hal hina seperti itu Angga,” fitnah Reza sambil menunjuk Angga
“Beraninya kau bocah!” ucap pria itu marah

            Angga langsung tancap gas, disusul oleh pria itu dan teman-temannya. Semua urat di wajah bapak itu menonjol, dan wajahnya sudah merah saga, menunjukkan kalau dia sudah marah maksimal.
“Dengan begini Angga tahu ekstrimnya bermain kejar-kejaran dan kita bisa lebih cepat sampai. Angga sudah tahu jalan menuju rumahmu’kan?” tanya Reza sambil berlari
“Ya.” Jawab Radit singkat sambil terus berlari

            Setelah berlari dikejar-kejar maut, Angga akhirnya sampai di depan rumah Radit, disusul oleh teman-temannya yang sudah terguyur keringat. Angga memutar matanya ke rumah putih sederhana dengan 2 jendela di antara pintu kayu. Rumah yang mengahap ke deretan petak sawah itu terkesang sangat tenang.
“Tadi itu hampir saja. Entah bagaimana aku bisa lolos dari buldoser itu,” ucap Angga dengan nafas terengah-engah
“Baiklah. Sebelum kita pergi ke gubug kecil atau rumah kecil di tengah-tengah sawah itu, aku akan mengambil makanan dulu,” ucap Radit
“Ide bagus, makanan gratis selalu enak,” balas Alpa

Tiba-tiba terdengar sebuah suara pintu terbuka yang disusul oleh suara “Rupanya kau sudah pulang anakku,” yang berasal dari ayah Radit yang tidak lain dan tidak bukan adalah pria yang tadi mengejar Angga
“Dia cepat sekali sampainya,” gumam Angga pelan
“Angga, kau ingin dikuburkan dimana?” tanya Alpa datar, dan Angga hanya diam dibekukan ketakutan
 “Oh, kau yang tadi menendang bokongku, ya?” tanya ayah Radit sambil melakukan pemanasan
“Maaf,” ucap Angga pelan
“Baiklah, kali ini kau aku maaf’kan, tapi jika terulang kembali. Aku akan melepaskan kepalamu seperti aku melepaskan tutup botol,” ucap ayah Radit sambil kembali ke dalam rumah
“Huh. Untung dia orang yang pemaaf,” ucap Angga lega
“Ayo masuk,” ajak Radit
“Tidak, terimakasih. Aku lebih suka disini,” jawab Angga cepat
“Baiklah,” balas Radit sambil masuk ke dalam rumahnya
“Oh iya, ngomong-ngomong, apa kalian tahu detektif Canon?” tanya Alpa mendadak
“Entah kenapa rasanya ada yang salah dalam pertanyaanmu itu,” ucap Reza sambil membenarkan kacamatanya
“Aku ..., tidak tahu. Memangnya siapa dia?” tanya Angga penasaran
“Dia adalah karakter fiktif seperti kita. Dia memakai kacamata yang membuatnya terlihat keren. Kebanyakan karakter berkacamata selalu keren, tapi entah kenapa dalam cerita ini, karakter berkacamatanya malah yang paling error,” ujar Alpa
“Aku rasa yang dikatakan Alpa ada benarnya. Cobalah untuk terlihat keren, jika kau berusaha kau pasti bisa. Coba ucapkan kata-kata bijak dari detektif Canon itu,” ucap Angga kepada Reza
“Kau yakin?” tanya Reza ragu
“Trust me, it works,” jawab Angga sambil menepuk bahu Reza
“Baiklah akan aku coba,” balas Reza
Detektif juga manusia, bukan Tuhan yang tahu segala,” ucap Reza sambil memantulkan cahaya matahari dari kacamatanya
“Bagaimana apa aku terlihat keren?”
“Kau terlihat konyol,” jawab Alpa datar
“Entah kenapa, jika kau yang menyebutkannya, kalimat itu terdengar berbeda,” tambah Angga
“Ya sudahlah, sepertinya aku memang tidak ditakdirkan untuk menjadi orang seperti itu. Lagipula orang yang sifatnya sepertiku ini sangatlah langka. Setahuku selain aku hanya ada satu orang yang mirip denganku,” ucap Reza
“Benarkah? Siapa dia?” tanya Angga penasaran
“Orang yang membuat cerita ini,” jawab Reza
“Entah kenapa aku tidak terkejut,” ucap Alpa datar
“Ya sudahlah, lagipula hal itu tidak penting. Oh iya, kalian tahu lelucon tok tok?” tanya Angga
“Ouh, lelucon itu. Aku tahu. Memangnya kenapa?” balas Alpa
“Aku punya lelucon tok tok yang bagus,” jawab Angga
 “Tok tok,” ucap Angga
“Siapa disana?” balas Alpa
“Angga,”
“Ouh, silahkan keluar,”
“Bukan begitu sialan!” bentak Angga
“Sudahlah, lagipula aku sudah menduga kalau leluconmu itu tidak lucu,” balas Alpa datar
“Setiap kali kau mengeluarkan leluconmu, hanya 1 orang yang tertawa, dan itu adalah dirimu sendiri,” lanjut Alpa
“Alpa benar, jika kau terus mengeluarkan lelucon garing tanpa kuah, pembaca akan kabur sebelum selesai membaca cerita ini,” tambah Reza

            Alpa dan Reza terus bersikeras bahwa lelucon yang hendak dikeluarkan Angga itu akan garing. Sedangkan Angga bersikeras bahwa lelucon yang hendak dikeluarkannya akan bagus. Kalau menurutmu bagaimana?
 “..., lihat, tidak ada yang menjawab. Itu artinya mereka kebingungan mendeskripsikan lelucon payahmu itu,” ujar Reza
“Sudah cukup. Hayati sudah tidak kuat,” ucap Angga sambil bersujud
“Lihat, sudah kubilang leluconnya tidak lucu,” ucap Reza
“Sudah cukup mengenai leluconku!” bentak Angga
“Maaf, sudah membuat kalian menunggu lama. Tadi sudah aku bilang sebaiknya kalian menunggu di dalam,” ucap Radit sambil keluar dari rumahnya dengan rantang di tangan kanannya
“Baiklah, ayo kita pergi ke tempat bersenang-senang kita,” ajak Radit sambil melangkahkan kakinya, disusul oleh teman-temannya.

            Radit berjalan perlahan di pinggir petakan sawah dengan teman-temannya berbaris rapih di belakang mengikutinya. Sesekali teman-temannya memutar mata ke hewan di sawah, seperti kodok yang melompat-lompat seperti pocong, kecebong yang tenggelam, dan belut yang terkubur dalam lumpur.

            Setelah bejalan melewati sungai besar dengan lebar 30 cm. Lalu melewati komodo, atau lebih tepatnya cucu komodo yang sering disebut kadal. Kemudian mengalahkan naga ajaib yang bisa berubah warna di sebatang pohon. Naga yang kamu kenal dengan sebutan bunglon. Akhirnya Radit dan teman-temannya sampai di pohon yang berjarak 10 meter dari gubug kecil. 10 detik kemudian akhirnya mereka sampai di pohon mangga, barulah setelah itu mereka sampai di pohon jeruk nipis. Kemudian mereka sampai di gubug kecil yang mereka tuju.
“Pemandangan disini lumayan juga,” ucap Alpa sambil terus memutar matanya, menikmati setiap inci keindahan yang tersaji
“Biasanya kita melihat si Didi Maung yang menyeramkan, jadi wajar saja kalau pemandangan ini terlihat indah,” balas Reza
“Oh iya. Apa kalian masih ingat dengan Didi Piton?” tanya Alpa
“Oh ya, bagaimana aku bisa lupa. Waktu itu aku hendak pergi ke wc, aku sudah meminta izin kepada KM. Saat aku membuka pintu kelas, untuk pertama kalinya aku melihat wajah Didi Piton, dan aku langsung berkata ‘Allahhu’akbar!’. Setelah itu aku tidak bisa duduk dengan nyaman selama seminggu,” ucap Reza
“Benar. Dia bisa menangkap siswa yang mencoba kabur dari sekolah dengan cara mengejar, lalu membelit murid na’as itu, karena hal itulah dia disebut Didi Pitong, selain karena tubuhnya yang subur. Dia adalah salah satu dari 7 legenda guru killer, jadi wajar saja kalau dia bisa seperti itu,” tambah Angga
“Ya, begitulah. Memangnya kenapa?” tanya Radit kepada Alpa
“Tidak ada,” jawab Alpa datar
“Lalu kenapa kau menanyakannya,” gumam Angga pelan
“Hey. Bagaimana kalau kita bermain sesuatu?” saran Reza
“Terserah, yang penting jangan main kejar-kejaran,” balas Angga
“Kalau perang-perangan?” saran Alpa
“Itu boleh juga, tapi jangan terlalu berlebihan, bisa saja gubug ini nanti runtuh,” ucap Radit
“Aku mengerti,” ucap Alpa sambil berdiri tegak dan menatap Reza tajam
“Reeeezzaaaaa!!” teriak Alpa
“Aaalpaaaa!!” balas Reza

            Reza dan Alpa saling berlari menghampiri satu sama lain. Kemudian Reza perlahan melayangkan tinjunya, perlahan, benar-benar perlahan. Alpa juga perlahan menghindari serangan Reza, tapi sayangnya Alpa tidak sempat dan akhirnya dengan berat hati menerima serangan dari Reza.
“Khhuuuaaaakkkhhh” ucap Alpa kesakitan, dan tentu saja dengan lambat
“Khuak. Aku mati,” ucap Alpa sambil tiduran
“Huh. Tadi itu pertandingan yang sangat sengit,” ucap Reza dengan nafas terengah-engah
“Sengit apanya?” tanya Angga pelan
“Kesempatan!” teriak Radit sambil berlari menghampiri Reza. Tiba-tiba saja kaki Alpa bergerak, menyandung kaki Radit. Radit nyaris terjatuh dari gubud dan meluncur ke sawah. Kaki Radit sudah berada di sisi gubud. Alpa berdiri pelahan sambil menatap Reza tajam. Kemudian mereka saling mengangguk satu sama lain.
“It’s sparta!” teriak Alpa sambil menendang Radit, membuat Radit terjun dengan bebasnya ke sawah. Alhasil Radit beserta pakaiannya langsung terhiasi lumpur
“Woy! Kau terlalu berlebihan!” teriak Radit marah
“Sudahlah, jangan berlebihan. Lagipula rumahmu dekat dari sini,” balas Alpa datar
“Ya ampun. Bahkan di pedasaan yang sunyi, jika ada kalian kesunyiannya langsung menghilang,” ucap Radit sambil naik ke atas gubug
“Iya-iya. Aku minta maaf,” pinta Alpa
“Tapi kalau dipikir-pikir, setelah ini mungkin kita justru akan merindukan kebisingan seperti ini,” ucap Angga yang membuat semuanya terdiam, menciptakan keheningan selama beberapa saat
“Setiap kali ada pertemuan, selalu ada perpisahan. Rumah kita terpisahkan jarak yang sangat jauh, mungkin saja ini adalah hari terakhir kita bermain bersama,” lanjut Angga
“Bicara apa kau ini? Jarak sama sekali tidak bisa menjauhkan persahabatan. Lagipula sekarang ini sudah jaman modern,” sangga Alpa
“Tetap saja, meskipun kau berbicara begitu ....” ucap Angga pelan
Reza menghela nafas panjang. Kemudian berkata “Alpa benar, setelah ini kita akan sering bermain bersama, karena kita masuk ke SMA yang sama, ditambah lagi nilai UN kita tidak jauh berbeda, dan nilai kita lebih dari cukup untuk masuk ke SMA yang kita tuju,”
“Eh?! Kenapa kalian tidak memberitahuku!” bentak Angga kesal

            Liburan Angga dan teman-temannya berjalan dengan penuh kegembiraan. Terutama bagi Angga, karena pada awalnya Angga menganggap bahwa liburan itu adalah liburan terakhirnya bersama teman-temannya. Jadi anggaplah liburanmu adalah liburan terakhirmu, dengan begitu kau akan lebih menikmati liburanmu, lagipula belum tentu kau bisa berlibur seperti itu lagi.


- Tamat -

Nah, itulah cerpen yang bisa saya bagikan.

Jika Kamu Tertarik untuk membuat cerpen artikel ini akan sangat membantu -> Tips dan Cara Membuat Cerpen

Dan Jika Kamu Mau melihat-lihat dan mencari referensi lainnya, silahkan klik ->  Kumpulan Cerpen

Baiklah, sekian artikel kali ini semoga membantu dan menghibur, jangan lupa datang lagi, ya ...

1 comment:

Viral Wisuda Madrasah

   Viral Joget Tiktok di Wisuda Madrasah